STIE
Dharma Andalas adalah perguruan tinggi swasta yang berdiri pada tahun 1990.
STIE Dharma Andalas memiliki enam organisasi mahasiswa yang terdiri dari dua
lembaga kemahasiswaan dan empat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Puncak
tertinggi organisasi STIE Dharma Andalas dipegang oleh Dewan Legislatif
Mahasiswa (DLM), diikuti oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), serta Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM).
STIE
Dharma Andalas memiliki empat UKM, yaitu UKM Kreasi dan Seni, UKM Mapala, UKM
Forum Studi Islam, dan UKPM GALANG. Setiap organisasi saling bersaing dan
melebarkan sayapnya di kancah masing-masing. Tapi, semua itu terkendala oleh
minimnya berbagai aspek yang dikeluhkan oleh masing-masing organisasi. Banyak
organisasi yang menyesalkan minimnya ruangan (sekretariat) yang diberikan oleh
pihak kampus kepada mereka.
“Ruangan
yang sekarang jauh lebih kecil dibandingkan dengan ruangan lama kita yang
telah dijadikan kelas B 1.5 sekarang.”
Ujar Karmen, Ketua DLM.
Ruangan
organsisasi yang ditempati DLM, BEM, dan UKM sekarang berukuran kurang lebih
2,5 m x 3 m. Ruangan ini tentu saja tidak efektif bahkan tidak layak untuk
rapat anggota atau hal rutin yang dilakukan oleh organisasi pada umumnya. Ruangan
ini hanya muat untuk meletakkan barang-barang dan arsip.
“Jika
ada rapat anggota kita tidak bisa memakai ruangan UKM, karena ruangan hanya
berkapasitas 10 orang. Rata-rata anggota masing-masing organsiasi lebih dari 10
orang, bahkan ada organsiasi yang anggotanya lebih dari 30 orang. Karena
keterbatasan tersebut kita terpaksa memakai pelataran ruangan UKM yang tentu
saja tidak terjaga kerahasiaan dan keefesienannya.” Ujar Valent, Pimpinan
Redaksi UKPM GALANG.
Hal
senada juga dirasakan oleh UKM Kress. Mereka terpaksa melakukan rapat didalam
ruangan UKM, apalagi jika itu rapat yang bersifat rahasia.
“Biasanya
kita memakai ruangan kelas, namun karena ruangan kelas sering penuh, kita
terpaksa memakai ruangan UKM. Anggota aktif yang ikut rapat di Kress kurang
lebih 25 orang. Bayangkan saja, bagaimana kita brdesak-desakan diruangan yang
hanya berukuran 2,5m x 3m tersebut.” Tutur Maulida, Koordinator Divisi Tari,
UKM Kress.
Hal
itu juga ditambahkan oleh Fadli dan Theemend selaku anggota aktif Kress, bahwa
setidaknya kampus memberikan sebuah ruangan khusus untuk rapat. Ruangan yang
akan digunakan bergilir oleh semua organisasi.
“Biarlah
ruangan sekarang menjadi letak barang atau arsip kita, kalau bisa kita diberi
satu ruangan khusus yang kegunaannya memang untuk rapat organisasi. Ruangan
tersebut akan digilir masing-masing UKM.” Ujar Fadli.
“Setidaknya
jika gedung C telah berdiri kita diberi satu ruangan khusus yang benar-benar
untuk Pekan Kreativitas Mahasiswa.” Tambah Theemend.
“Sekarang
tidak ada gunanya mempermasalahkan hal tersebut, karena memang tidak ada
ruangan kosong yang tersisa. Kita berharapnya, nanti di gedung C akan
mengusahakan meminta satu ruangan seperti yang diusulkan teman-teman
organisasi, atau akan dilanjutkan oleh BEM periode selanjutnya.” Tegas Hendri,
Wakil Presiden BEM.
Sebelumnya,
masing-masing organisasi bisa memanfaatkan ruangan kelas untuk rapat anggota.
Namun, akhir-akhir ini hal itu terkendala karena penuhnya jadwal perkuliahan
serta kapasitas mahasiswa yang over
di STIE Dharma Andalas. Mahasiswa bertambah tidak seimbang dengan bertambahnya
gedung maupun infrastruktur lainnya. Sehingga aula, ruangan vicon, bahkan
kuliah malam pun diberlakukan.
“Maaf
dek, tidak ada kelas kosong”. Kata-kata inilah yang sering didengar oleh
mahasiswa jika ke bagian sekretariat untuk meminjam ruangan.
Aula
yang biasanya digunakan untuk seminar dan kegiatan pun harus dialih fungsikan
sebagai kelas perkuliahan. Sehingga, seminar yang dijadwalkan terpaksa harus
diundur. Organisasi dituntut untuk aktif namun dipersulit dalam perijinan
melaksanakan acara. Jadi, wajar saja sebagian besar mahasiswa STIE Dharma
Andalas bersikap apatis. Kita juga tidak bisa menyalahkan organisasi seutuhnya
dalam hal tersebut.
“Menurut
saya wajar saja mahasiswa Dharma Andalas banyak mahasiswa apatis, kupu-kupu,
dan sebagainya. Mereka memang tidak berminat aktif di organisasi karena mereka
beranggapan organsiasi tidak ada untungnya untuk perkuliahan mereka, dan
organisasi pun tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan besar yang dilakukan
oleh perguruan tinggi diluar sana. Namun, tidak bisa menyalahkan organsiasi
sepenuhnya, karena mereka tidak diberi wadah oleh kampus, bahkan ijin pun
dipersulit.” Ujar Valent, Pimpinan Redaksi.
“Saat
kami ingin melakukan parade musik tahun kemaren, sebuah parade musik yang
besar, ijin kami dipersulit. Pembantu Ketua bilang iya, eeh Ketua STIE bilang engga’. Padahal kami membawa nama kampus,
kita tidak dibayar loh. Nama acaranya
‘Parade Musik Dharma Andalas’ (PARMUDHA). Ijin kami dipersulit karena kami
membawa sponsoor tunggalnya rokok. Kami berinisiatif melakukan di Taman Budaya,
namun kami dilarang membawa nama kampus. Benar-benar aneh, padahal kita sudah
mahasiswa, bukan anak sekolahan.” Ujar Maulida, UKM Kress.
Karmen
juga mengatakan bahwa mereka hanya diberi janji-janji manis oleh pihak kampus
di awal penempatan gedung UKM ini, seperti pemberian lemari, area Wifi serta
fasilitas untuk masing-masing UKM.
“Menurut
saya, masalah rapat itu tergantung kita saja. Seperti apapun ruangan kalau kita
nyaman, itu tidak menjadi masalah. Jika
masalah fasilitas, memang masih banyak yang kurang. Seperti lemari permintaan
masing-masing UKM. Sebenarnya itu sudah di cek pada saat pendirian ruangan ini.
Setelah ruangan ini selesai, ada orang-orang yang mengukur ruangan untuk lemari.
Namun, kenyataannya sampai sekarang
lemari tersebut belum ada. Fasilitas
lain pun saya rasa masih kurang, contohnya saja lapangan serba guna untuk
atlit. Tapi hal itu terkendala karena halaman depan yang akan digunakan sebagai
lapangan parkir. Untuk masalah pelobian sebenarnnya sudah kami bahas pada saat
sidang pleno, dan kami juga sudah memasukkan proposal ke atas. Sekarang kita
sebenarnya hanya menunggu realisasi. Jadi tidak mungkin juga kita selalu melaporkan
hal tersebut ke pihak kampus.”Ujar Mulya Saputra, Presiden BEM.
Keluhan
lain juga disampaikan oleh anggota UKM forum studi Islam.
“Tentang
minimnya fasilitas mungkin bisa sama-sama kita rasakan sebagai anggota UKM.
Ketika akan rapat, jika hanya rapat anggota saja mungkin ruangan UKM masih bisa
digunakan. Tapi, ketika ada rapat umum yang dihadiri oleh anggota dari luar
kita merasa ruangan kita sangat tidak memadai. Tapi, kita sebagai anggota UKM
FSI sudah merasa bersyukur karena telah
memiliki ruangan seperti ini. Mungkin untuk saat ini kita syukuri saja apa yang
telah ada.” Ujar anggota UKM FSI.
“Beberapa
minggu yang lalu, kita pernah menjadi tuan rumah pada rapat Asosiasi Pers
Mahasiswaw Sumatera barat (ASPEM-SUMBAR) yang dihadiri oleh Lembaga Pers
Mahasiswa di Sumatera Barat. Kita tidak bisa menggunakan ruangan kelas untuk
rapat tersebut, karena memang pada saat itu jadwal perkuliahan sangat padat.
Kita terpaksa menggunakan pelataran UKM, tentu saja hal ini tidak layak,
memalukan, dan tidak efektif.” Ujar UKPM GALANG.
Semua
hal tersebut menggambarkan betapa mirisnya kehidupan UKM pada saat ini. Tidak
adanya kepedulian pihak kampus akan masalah ini, seakan-akan menganggap bahwa
hal ini bukanlah masalah serius.
”Jika
UKM 24 jam, pihak kampus tidak bisa memberikan ijin untuk itu, karena tidak ada
didalam aturan Dikti dan kembali lagi tergantung kebijakan dari kampus
masing-masing. Jika soal fasilitas, untuk fasilitas kampus saja masih banyak
yang kurang, tentu difokuskan dulu satu persatu.” Tutur Yovina, Pembantu Ketua STIE Dharma Andalas.
Semoga
dengan adanya perubahan status kampus dari STIE yang akan menjadi Universitas,
keluhan-keluhan ini bisa didengar dan terealisasikan oleh pihak kampus. Inilah
yang menjadi harapan besar semua anggota UKM. (Magang-UKPM GALANG 2013)