Di Indonesia ternyata kaya akan sosok-sosok perempuan hebat.
Dulunya kita hanya mengenal Kartini saja, sekarang muncul berbagai fakta, bahwa
Kartini hanya salah satu dari sosok-sosok perempuan hebat tersebut. Kartini
lebih terkenal dikarenakan perjuangannya yang terdokumentasi dengan baik.
Melalui surat-surat yang ia kirimkan kepada teman-temannya di Belanda yang
berhasil di bukukan dengan judul “Door
Duisternis tot Litsch (Habis gelap terbitlah terang)”, serta sekolah yang
berhasil dibangunnya setelah 11 tahun wafatnya.
Namun, tidak banyak kala itu yang mengetahui bahwa di Indonesia telah
memiliki jurnalis perempuan pertamanya, dari Ranah Minang. Beliau hidup pada
zaman Kartini, bahkan lebih muda lima tahun dari Kartini. Beliau adalah Rohana
Kudus. Rohana dengan gigih menyuarakan dan menyelenggarakan pendidikan untuk
perempuan, bukan untuk menuntut persamaan hak dengan laki-laki, tetapi untuk memantapkan
posisi seorang perempuan secara kodrati. Rohana termasuk segelintir dari
perempuan pada zamannya yang percaya bahwa diskriminasi adalah perbuatan yang
semena-mena dan harus dilawan.
Rohana Kudus dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1884 di Koto Gadang,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ayahnya bernama Muhammad Rasjad Maharadja
Soetan dan ibunya bernama Kiam. Rohana yang memiliki nama asli Siti Rohana
ternyata adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang
pertama yang juga merupakan salah satu founding
fathers Indonesia. Rohana juga mak tuo (bibi) dari seorang peyair terkenal
yang dimiliki oleh Indonesia, sebagai penyair pelopor angkatan 45.
Tidak hanya itu saja, Rohana Kudus juga memiliki sepupu, yaitu H.
Agus Salim, tokoh yang pernah menjabat sebagai Duta besar Republik Indonesia
pertama dan Menteri Luar Negeri dalam kabinet Sjahrir dan Hatta pada tahun
1847-1949. Di lingkungan seperti inilah Rohana dilahirkan dan dibesarkan, di
lingkungan yang dikelilingi oleh para tokoh relijius dan cendekia.
Rohana tidak pernah mengenyam pendidikan formal, kemampuan dalam
membaca dan menulis ia peroleh langsung dari ayahnya, Mohammad Rasjad Maharadja
Soetan. Mohammad Rasjad bekerja kepada Belanda sebagai pegawai pemerintah.
Mohammad Rasjad juga merupakan pencetus dari berdirinya Sekolah Rakyat khusus
bagi pribumi di Koto Gadang.
Rohana menikah pada usia 24 tahun dengan seorang notaris yang
bernama Abdul Kudus. Pada tanggal 11 February 1911 Rohana mendirikan sebuah
sekolah kerajinan dengan nama, “Sekolah Kerjinan Amai Setia”.
Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan, serta
perjuangannya Rohana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum
perempuan. Rohana adalah seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat
tentang pendidikan, terutama pendidikan untuk kaum perempuan. Rohana mengatakan
dengan tegas bahwa zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai
laki-laki.
Perjuangan Rohana tidak berhenti hanya pada pembuatan
Sekolah Kerajinan Amai Setia. Rohana ingin mewujudkan impiannya yang lain,
yaitu mendirikan sebuah surat kabar. Karena kegemarannya membaca dan menulis
membuatnya menyukai dan melirik dunia jurnalistik. Rohana gemar menulis
artikel-artikel yang mengungkapan gagasan-gagasan cemerlangnya, bahkan banyak
yang menyukai tulisannya.
Hobi membaca dan menulis inilah yang mengantarkan
Rohana menjadi seorang jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Rohana berhasil
mewujudkan impiannya untuk mendirikan sebuah surat kabar Sunting Melayu pada
tanggal 10 Juli 1912.
Surat kabar ini terbit atas kerjasama Rohana dengan
Dt. St. Maharaja, pimpinan redaksi Utusan Melayu. Rohana bernegosiasi melalui
korespondensi surat menyurat. Rohana meminta agar surat kabar yang dipimpin oleh Dt. St. Maharaja dapat menyediakan
rubrik-rubrik khusus untuk membicarakan masalah perempuan. Sekaligus menawarkan
untuk menerbitkan sebuah surat kabar khusus perempuan. Mulai dari Pimpinan
Redaksi, Redaktur, sampai ke wartawannya dikelola oleh perempuan.(valent)